Syaitan bisu



Setan Bisu
Dalam kitab Ar-Risalah al-Qusyairiyyah disebutkan, "Yang tidak meyuarakan kebenaran adalah syaitan bisu." (Lihat hlm 62 bab as-shumti). Ungkapan ini bukan hadis, tapi dikutip oleh banyak ulama dalam fatwa dan kitab-kitab mereka. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam Majmu 'fatawa. Ibnu al-Qayyim juga menukilnya. Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim juga mengutipnya dari Abi al-Qasim al-Qusyairy yang meriwayatkan dari Abu 'Ali Ad-Daqqaq an-Naisaburi as-Syafie. Kemungkinan besar Abu Ali Ad-Daqqaq inilah yang pertama mengutip ungkapan di atas. Walaupun bukan hadis, isi dan jiwa kalimat tersebut selaras dengan Surah Ali Imran ayat 104, at-Taubah: 71, dan lain-lain. Juga seirama dengan makna banyak hadis amar makruf dan nahi mungkar.

Setiap mukmin berkewajipan untuk mengingkari yang salah dan menyeru kepada yang makruf sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah bersabda, "Sesiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah mengubahnya dengan tangan (atau kekuasaannya) apabila tidak mampu hendaklah mengubahnya dengan lisannya (nasihat) dan jika tidak kuasa maka hendaklah mengingkari dengan hatinya, yang terakhir ini adalah selemah-lemah iman." (HR Imam Muslim).

Bila seorang Muslim tidak melakukan nahi mungkar padahal mampu dan tidak ada penghalang maka dia adalah syaitan gagu. Lebih parah lagi bila ada orang yang menyuarakan kebatilan, dia digelar sebagai jurucakap syaitan.

Kita sering menyaksikan Muslim yang komitmen menegakkan amar makruf dan nahi mungkar tetapi tidak mahu menyuarakan yang hak apabila melihat kesalahan yang sudah merata di masyarakat. Di antara sebabnya, rasa takut dimusuhi ahlul batil, khuatir dicopot dari jabatannya, takut diisolir dari masyarakatnya seperti yang dialami Siami di Kuala Lumpur atau disebabkan hal-hal lain.

Kebaikan apa yang boleh diharapkan daripada seorang yang tidak menyuarakan yang hak apabila melihat larangan Allah dilanggar, batas-batas ajaran agama dilanggar dan ketentuan agama ditinggalkan? Bukankah musibah agama terbesar datang dari mereka yang merasa enak hidupnya, dan mempunyai jabatan mapan tapi tidak peduli dengan musibah yang menimpa agamanya?

Umat ​​Islam masih menjadi umat terbaik bila amar makruf dan nahi mungkar ditegakkan. "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, manyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah." (Ali Imran, 110).

Ketika maksiat berkeliaran di tengah-tengah umat manusia, penyelewengan merata di mana-mana sedangkan syaitan bisu dan jurucakap syaitan semakin banyak, maka Allah akan menimpakan kepada umat ini beberapa malapetaka yang mengerikan:

pertama, diberi musibah merata;

kedua, umat akan dikuasai preman;

ketiga, manusia akan saling bunuh dan keempat, doa ulama tidak dikabulkan.

Abu Nu'aim meriwayatkan dalam Kitab Al-Hilyah, dari Abur Riqaad, bahawa ia berkata, "Hendaknya kamu memerintahkan yang makruf, melarang yang mungkar, dan menyuruh kebaikan atau kamu akan diseksa bersama atau kamu diperintah oleh orang-orang jahat di antara kamu kemudian bila para tokohnya berdoa tidak lagi akan dikabulkan. Na'udzubillah mindzalik.

Siwi Tri Puji B | republika.co.id

Comments